Kamis, 30 Desember 2010

Cinta Abadi Selamanya

Terkadang Cinta membutuhkan pengorbanan. mungkin ini yang tergambar dan tersirat dalam kehidupanku yang selama ini aku ingin memberi arti hidup yang penuh makna....Indah, sesosok orang yang memberiku Inspirasi dalam mengartikan apa sich hidup itu.....? puisi ini hanya sepenggal naluri kelelakianku yang kutuangkan dalam tinta hitam. dan kupersembahkan padanya, Kepada yang tercinta....Indah...

setetes cinta ini..
Ingin ku beri padamu..
Kesetiaan Suci penuh kasih..
Kan kupertahankan Untukmu..
Tak kan ingkar dalam Hati..
Untuk setia berbagi..
Demi cinta suci..
Kaulah cinta sejati..
Walaupun di dunia tak ada keabadian..
tak membuat ku gentar..
Untuk tetap mencinta..
Hingga Akhir hayat..
dunia bisa hancur..
daun bisa gugur..
Tapi satu hal yang abadi untukmu..
Cintaku padamu..

by, Inuk Blog's

Senin, 27 Desember 2010

Cara Menulis Artikel Nonfiksi

Bagi saya pribadi, menulis artikel nonfiksi justru lebih mudah ketimbang fiksi (cerpen, novel, dst). Entah kenapa, saya sendiri tidak tahu. Tapi walau begitu, saya ingin menjadi penulis fiksi dan nonfiksi sekaligus, karena keduanya punya keunggulan masing-masing.
Untuk artikel nonfiksi, menurut saya, kiat dasarnya cukup sederhana. Kita hanya membutuhkan “bahan dasar” sebagai berikut:
  1. Ide
  2. Berpikir sistematis
  3. Data (ini cukup relatif, karena ada juga artikel yang bisa ditulis tanpa harus mencari data)
  4. Fokus pada masalah. Jangan suka melebarkan topik ke mana-mana.
Jika keempat poin ini sudah kita miliki, maka Insya Allah, menulis nonfiksi bisa menjadi pekerjaan yang sangat mudah.
Untuk lebih jelasnya, mari kita pelajari contoh sederhana ini.
1. Ide
Ide itu ada di mana-mana. Kali ini, kita mengambil contoh ide yang sederhana saja, yakni: “saya ingin membaca buku sebanyak-banyaknya, tapi saya tidak punya waktu dan tidak punya uang untuk membeli buku yang banyak.”
Nah, ini adalah ide yang cukup bagus dan bisa kita angkat menjadi sebuah tulisan. Di dalam ide ini terdapat sebuah masalah yang dapat kita kembangkan nantinya.
2. Berpikir sistematis
Setelah idenya ketemu, saatnya kita berpikir sistematis. Menurut saya, berpikir sistematis ini penting sekali. Salah satu kegagalan para penulis pemula adalah: mereka belum terbiasa berpikir secara sistematis. Akibatnya, mereka punya ide, tapi bingung harus mulai dari mana, bagaimaan cara mengembangkannya, dan seterusnya. Karena itu, kalau kita ingin jadi seorang penulis nonfiksi yang berhasil, cobalah mulai berlatih berpikir sistematis. Begitu ada ide, kita analisis dia secara runut, poin per poin, langkah demi langkah.
Dari contoh di atas, mari kita coba mengembangkannya berdasarkan pemikiran yang sistematis:
  • Saya berpendapat bahwa membaca itu sangat penting. Karena itu, saya harus membaca buku sebanyak-banyaknya.
  • Apa saja sih, manfaat membaca buku itu?
  • Kendala #01: Saya tak punya waktu yang banyak. Saya kan sibuk, banyak kerjaan, dst…
  • Kendala #02: Uang saya terbatas, sehingga saya tidak bisa membeli buku yang banyak.
  • Alternatif pemecahan masalah:
    1. Pinjam di perpustakaan.
    2. Pinjam buku ke teman. Perluas pergaulan sehingga makin banyak teman yang bisa meminjamkan buku.
    3. Membaca ketika dalam perjalanan.
    4. Membaca di sela-sela tugas kantor.
    5. Sering-sering browsing di internet,
    6. Dan seterusnya.
  • Pembahasan terhadap “alternatif pemecahan masalah”:
    • Tentang pinjam di perpustakaan: Wah, tidak bisa! Saya juga tak punya waktu untuk minjam ke perpustakaan. Lagipula, saya seringkali belum membaca bukunya, padahal sudah saatnya dikembalikan lagi.
    • Tentang pinjam ke teman: wah, teman saya sedikit. Saya kan orangnya kuper.
    • dan seterusnya…
  • Pemecahan masalah secara menyeluruh
  • Kesimpulan
Nah, dari sistem berpikir sistematis tersebut, kita sudah menemukan KERANGKA KARANGAN. Ya, kerangka karangan ini sangat penting, karena dari sini kita bisa mengembangkan tulisan. Kerangka tulisan ini bisa kita tulis di kertas, atau cukup disimpan di kepala saja. Terserah kita memilih yang mana, tergantung kebiasaan dan kemampuan masing-masing.
3. Data
Alangkah bagusnya jika tulisan ini kita lengkapi dengan data pendukung. Misalnya: berapa koleksi buku yang telah saya miliki, berapa rata-rata harga buku. Dari total penghasilan saya, berapa rupiah yang dapat saya sisihkan untuk membeli buku. Dan seterusnya. Data ini akan membuat tulisan kita lebih “kaya”.
4. Fokus. Jangan melebarkan topik
Nah, ini adalah masalah yang seringkali tidak kita sadari ketika menulis. Sebab, kita merasa bahwa apa yang kita tulis masih berhubungan dengan tema utamanya, padahal sebenarnya tidak terlalu berhubungan, dan tidak perlu dibahas.
Misalnya begini:
Ketika menulis tentang ide di atas (kendala saya dalam membaca buku), kita tanpa sadar membahas tentang “gerakan gemar membaca yang dicanangkan pemerintah.” Kita uraikan tema ini panjang lebar, ditambah berbagai data penunjang.
Hm, kalau tema ini dibahas sekilas saja, mungkin tidak terlalu masalah, karena justru bisa menjadi penguat argumen kita bahwa membaca itu memang sangat penting. Dan memang, tema “gerakan gemar membaca” ini masih berkaitan erat dengan ide yang sedang kita tulis. Masalahnya adalah, jika kita mulai membahas tema tambahan ini secara panjang lebar, tulisan kita menjadi tidak fokus lagi. Di dalamnya sudah ada dua tema besar yang sama-sama kuat. Dan pembaca nantinya akan bingung, “si penulis ini sebenarnya  sedang membahas apa, sih?”
Sumber: Jonru

Kiat Menulis Artikel Iptek di Media

HAMPIR setiap suratkabar harian dan mingguan memuat berita-berita dan artikel populer ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbeda dengan dekade sebelumnya, berita dan tulisan iptek tidak lagi dipandang sebagai suatu yang eksklusif, tetapi sudah menjadi bacaan bagi masyarakat luas. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh teknologi informasi seperti Internet, berhasil menggugah keingintahuan masyarakat terhadap sains.
Belum lagi peristiwa-peristiwa alam, mulai dari banjir, gempa bumi, wabah penyakit, hingga kecelakaan pesawat terbang, yang semuanya itu bisa dijelaskan melalui pendekatan sains, membuat masyarakat mulai akrab misalnya dengan istilah daya dukung lingkungan (carrying capacity), daerah tangkapan air (DTA), retakan bawah di permukaan bumi, evolusi virus, hingga istilah-istilah teknis dalam penerbangan (aviation). Masyarakat ingin tahu lebih banyak soal itu dengan tujuan bisa melakukan antisipasi jika suatu saat hal itu dialaminya sendiri.
Maka tidaklah mengherankan, media massa terus mencoba memenuhi kebutuhan pembacanya akan sajian-sajian Iptek. Dengan intensitas dan visi redaksional yang berbeda-beda, setiap media akan mencoba menyajikan tulisan-tulisan Iptek sesuai selera dan segmen pembacanya. Namun, dalam fungsinya sebagai media massa – dan bukan sebagai jurnal ilmiah untuk komunitas ilmuwan tertentu saja – tulisan-tulisan tersebut tentulah ditampilkan dengan bahasa dan gaya penulisan yang populer.
Jika berita-berita Iptek – yang bisa berupa laporan peristiwa, wawancara maupun hasil penelitian para ilmuwan dan peneliti – disiapkan oleh redaksi media massa itu sendiri, sebaliknya artikel iptek berasal dari luar media, yakni dari para penulis, peneliti, ilmuwan, dan pencinta iptek. Berbeda dengan umumnya staf redaksi media yang lebih berbekal pengalaman riset, wawancara dan reportase di lapangan, kalangan penulis luar ini berasal dari disiplin ilmu dan latar pendidikan yang memadai. Mereka ini adalah ilmuwan itu sendiri. Karenanya, para penulis ini dituntut menulis lebih mendalam, tajam, akurat, dan tentu saja dengan gaya penulis yang populer sehingga lebih mudah dimengerti masyarakat luas.
Media massa nasional misalnya, pada umumnya menyediakan tempat yang luas untuk pemuatan artikel-artikel iptek populer ini. Namun masalahnya, mereka kesulitan mendapatkan artikel iptek yang menarik dari segi topik, baru dari segi sudut pandang (angle) dan aktual dari segi peristiwanya. Tidak sedikit artikel-artikel yang bagus dari sisi kajiannya, tapi tak bisa dimuat karena sama sekali tidak relevan dengan peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
Bagi para peneliti dan ilmuwan yang ingin tulisannya dimuat di media massa, kecermatan memperhatikan kriteria artikel yang layak muat sangat diperlukan. Sebetulnya hal itu bisa dipelajari sendiri dengan cara mencermati artikel-artikel yang sudah dimuat. Coba perhatikan, kira-kira apa yang menarik dari artikel yang sedang Anda baca itu sehingga dimuat di suratkabar?
Berikut beberapa kriteria utama bagi artikel-artikel iptek yang bisa dipertimbangkan untuk dimuat:
Aktual. Hal pertama yang diperhatikan redaktur media ketika menerima kiriman artikel adalah aktualitasnya. Adakah newspeg-nya? Adakah cantolan aktualitasnya pada peristiwa atau kegiatan yang sudah dan sedang berlangsung? Newspeg ini bisa berupa peristiwa itu sendiri, misalnya wabah demam berdarah, banjir, pendaratan wahana robotik di Mars atau bisa juga berupa aktivitas ilmiah seperti adanya kongres ilmuwan nasional maupun dunia mengenai suatu topik ilmu. Peristiwa penganugerahan Hadiah Nobel juga bisa dijadikan peg, bisa ke peristiwanya sendiri, atau terkait pada temuan ataupun biografi para pemenang Nobel itu sendiri. Jadi, jika “tidak ada angin, tidak ada ribut” tiba-tiba Anda menulis tentang bioteknologi misalnya, tulisan Anda tidak akan berada pada daftar prioritas yang akan dimuat. Jika tulisan Anda tentang bioteknologi ini benar-benar bagus, tapi tidak aktual, ada kalanya redaktur menyimpannya dulu sambil menunggu peg-nya, baru kemudian dimuat. Tapi ini jarang sekali terjadi, sebab begitu tulisan Anda dinilai tidak aktual, biasanya segera diputuskan untuk tidak dimuat atau dikembalikan kepada Anda
Mengandung unsur baru. Jika tulisan Anda sudah aktual, hal lain yang akan diperhatikan redaktur adalah adakah unsur baru dalam tulisan tersebut. Unsur baru ini bisa dilihat dari angle (sudut pandang) tulisan – dalam penulisan karya ilmiah angle ini mungkin mirip dengan perumusan masalah – maupun data-data dan informasi baru yang disajikan. Apakah angle tulisan Anda menarik atau tidak? Sekarang kita ambil contoh. Taruhlah Anda ingin menulis soal wabah flu burung. Jika Anda mengambil angle soal karakteristik flu burung ini, angle serupa pasti banyak dipilih oleh penulis lain. Akibatnya, tulisan Anda harus bersaing dengan para penulis lain, syukur-syukur bisa lolos. Namun, jika Anda memilih angle yang lain, yang menurut Anda pasti tidak banyak diperhatikan oleh penulis lain, berarti Anda sudah selangkah lebih maju dan kemungkinan tulisan Anda untuk dimuat tentu lebih besar lagi. Lalu, seperti apa misalnya angle yang tampil beda itu? Banyak sekali. Anda misalnya, bisa memilih angle evolusi yang sedang berlangsung. Jika dulu, virus tertentu hanya bisa berpindah antara sesama hewan, kini sudah terjadi perpindahan antara hewan dan manusia dengna merujuk ada kasus mad cow, SARS dan flu burung (jadi wabah SARS atau flu burung sebagai peg saja). Jika Anda berhasil mengungkapkan argumen yang meyakinkan soal evolusi virus, akan sulit bagi redaktur untuk tidak memuat tulisan Anda.
Kerangka atau sistematika tulisan. Secara substansial, tidak ada perbedaan antara kerangka penulisan artikel iptek populer dengan artikel ilmiah; setidaknya mengandung tiga komponen utama, yakni pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir yang berisi kesimpulan dan saran. Namun untuk artikel iptek populer, pemisahan itu sengaja dibuat tidak begitu nyata. Artinya, Anda tidak perlu menulis sub-judul dalam tulisan dengan Pendahuluan, Isi dan Penutup, tetapi bisa Anda ganti sub-judul lain yang lebih menarik, tapi tetap mengandung ketiga komponen di atas. Makin rajin Anda menulis artikel populer, pasti Anda akan terbiasa dengan dengan struktur penulisan yang sesungguhnya tidaklah asing bagi Anda.
Gaya penulisan. Jika tulisan Anda sudah aktual dan mengandung unsur baru, langkah berikutnya yang harus diperhatikan adalah gaya penulisan. Sering kali tulisan yang menarik tapi harus ditolak hanya karena gaya penulisannya sangat “academic-heavy” dan dipenuhi dengan istilah-istilah yang tak disertai padanannya dalam bahasa Indonesia. Anda harus membayangkan, redaktur tidak punya banyak waktu untuk mengedit kembali tulisan Anda, jadi dia cenderung akan memuat tulisan yang sudah jadi dan siap muat saja. Karenanya, cobalah tulis gagasan dan pemikiran Anda dalam bahasa yang sederhana, populer dan hidup. Tempatkan diri Anda sebagai pembaca awam ketika Anda sedang memeriksa hasil akhir tulisan Anda. Kalau Anda merasa istilah yang digunakan masih terlalu “berat”, carilah padanan lain yang yang lebih pas – tentunya dengan tidak mengurangi makna ilmiah yang sebenarnya.
Bahan pendukung. Jangan lupa melengkapi tulisan Anda dengan dengan bahan, foto, gambar, grafik, ilustrasi dan tabel pendukung. Ingat, sebagai artikel iptek, Anda tentu berurusan dengan data, skema, angka, rumus dan referensi tertentu, yang dapat mendukung argumen Anda dalam tulisan tersebut dan Anda merasa hal itu penting untuk diketahui masyarakat.
Untuk menyiasati hal di atas, memang harus dimulai dari diri Anda sendiri. Tidak mungkin Anda bisa mendapatkan topik tulisan yang aktual jika Anda tidak mengikuti perkembangan yang terjadi. Jadi cobalah untuk mengkliping berita maupun tulisan yang menarik dan cocok dengan minat Anda. Semakin kaya referensi yang Anda gunakan, akan semakin hidup dan menatik tulisan yang Anda sajikan.
Selain itu, hal-hal nonteknis juga berperan dalam mendorong bermunculannya penulis-penulis iptek andal. Anda harus punya motivasi yang kuat untuk menulis di media massa, karena ini merupakan salah satu cermin tanggungjawab moral Anda sebagai ilmuwan dan peneliti. Sampaikanlah ilmu yang Anda miliki kepada masyarakat yang membutuhkan. Jangan disimpan di dalam laci saja.
Setelah memiliki motivasi, hal lain yang harus Anda miliki adalah ambisi dan militansi. Ambisi dan militansi akan membuat motivasi Anda menjadi efektif dan bisa digerakkan. Ketika Anda ingin menulis sesuatu karena topik tersebut memang sangat hangat, lakukanlah segera, dan jangan menunda-nundanya. Bagaimana pun, proses penerimaan naskah, pemeriksaan dan pemuatan oleh redaksi, setidaknya membutuh waktu paling cepat dua-tiga hari. Jadi Anda harus berburu waktu untuk menghindari tulisan Anda tidak jadi basi.
Dengan militansi yang tinggi, kendala-kendala seperti kesibukan mengajar, meneliti atau mengurusi jurusan, sama sekali tidak akan menghalangi langkah Anda untuk menjadi penulis iptek yang andal. Dengan militansi yang tinggi, Anda juga tidak perlu merasa kecewa jika tulisan Anda ditolak, tapi mestinya akan terus memacu Anda untuk menulis lebih baik lagi. Anda tentu pernah membaca, tidak sedikit penulis-penulis yang terkenal saat ini, ketika memulai aktivitas menulisnya, menemukan kenyataan tidak sedikit tulisan-tulisannya yang dikirim ke media yang ditolak redaksi.
Ketika tulisan-tulisan Anda dimuat di media massa, sesungguhnya banyak sekali keuntungan yang bisa diperoleh. Selain masyarakat mendapatkan manfaat setelah membacanya, Anda juga akan dikenal luas, bisa pula menambah credit point (Kum) bagi dosen untuk naik pangkat, dan Anda juga dapat sejumlah uang karena memang ada honornya.
Jadi? Tidak ada resep ampuh apapun agar dapat menjadi penulis iptek terkenal, selain dengan memulainya dari sekarang!
Sumber: Blog Jurnalisme

Media Massa

Tak terbayangkan kehidupan di dunia ini tanpa sarana penyiaran berita, tanpa pelapor berita, tanpa wartawan, tanpa suratkabar, tanpa jurufoto, tanpa televisi, tanpa jurukamera, tanpa radio, dan sekarang tanpa internet. Singkatnya, tanpa keberadaan komunikasi massa, yang lebih popular dengan istilah ‘media massa’.
Bayangkan seandainya serbuan Amerika terhadap Irak, di tengah ketiadaan media massa, baru diketahui dua minggu atau sebulan kemudian dari cerita mulut ke mulut. Barangkali reaksi masyarakat internasional tidak akan sekeras yang kita lihat tempohari. Namun, karena ekseistensi media massa plus perkembangan teknologi komunikasi-informasi yang begitu pesat, hampir semua peristiwa di mana pun di dunia ini bisa tersebar luas beritanya dalam hitungan menit, kalau tidak detik.
Apa itu Media Massa
Dari segi etimologis, ‘media massa’ adalah ‘komunikasi massa’ –komunikasi massa adalah sebutan yang lumrah di kalangan akademis untuk studi ‘media massa’.
Dari segi makna, ‘media massa’ adalah alat/sarana untuk menyebar-luaskan berita, analisis, opini, komentar, materi pendidikan dan hiburan.
Peranan Media Massa
Salah satu peranan media adalah mempengaruhi sikap dan perilaku orang/public. McDevitt (1996: 270) mengatakan, “Media cukup efektif dalam membangun kesadaran warga mengenai suatu masalah (isu).” Lindsey (1994: 163) berpendapat, “Media memiliki peran sentral dalam menyaring informasi dan membentuk opini masyarakata.” Sedangkan para pemikir sosial seperti Louis Wirth dan Talcott Parsons menekankan pentingnya media massa sebagai alat kontrol sosial.
Ketika menyerbu Irak pada bulan Maret 2003, salah satu unit penting yang disiapkan oleh militer Amerika Serikat adalah ‘media centre’ yang berada satu atap dengan Command and Control Centre di Qatar. Dari media centre ini, militer Amerika secara berkala memberika penjelasan tentang operasi mereka. Pemerintah Bush sadar betul bahwa unit ini, dalam banyak hal, akan membantu posisi politik mereka –baik di dalam negeri, maupun di mata dunia. Jadi, AS melancarkan perang simultan: perang piranti keras (hardware) berupa pengerahan perangkat militer, dan perang piranti lunak (software) –dalam hal ini ‘perang media massa’.
Para pemegang kekuasaan menyadari betul bahwa media massa, wartawan, jurukamera, jurufoto, perlu ‘dijadikan teman’ karena mereka memegang senjata yang jauh lebih penting dari perangkat perang yang mereka kerahkan di Irak, Afghanistan, Bosnia, dsb.
Tak sampai seminggu lalu, Presiden SBY mengundang para wartawan untuk ‘makan durian’ di satu kebun durian tak jauh dari Bogor. Apakah ini pul-kumpul omong kosong belaka? Tentu tidak. Para penasihat SBY tahu persis bahwa ‘mesin pencitraan 2009’ harus mulai bekerja sekarang dengan memanfaatkan media massa. SBY harus sudah mulai sering tampil di layar TV, terdengar di radio, terpampang di suratkabar, majalah, dsb. Sebab, pemilihan presiden 2009 ‘tidak lama lagi’.
Kemudian, kita lihat begitu banyak universitas, akademi, sekolah tinggi, pesantren, kursus-kursus, dll, yang mengiklankan diri di berbagai jenis media massa menjelang masa penerimaan mahasiswa baru. Ini semua mereka lakukan karena kesadaran bahwa media massa berperan penting untuk menjaring calon mahasiswa.
Segelintir contoh di atas terjadi karena kesadaran akan besarnya peranan media massa.
Kekuatan Media Massa
Yang paling menarik dari operasi media massa adalah dampak yang ditimbulkannya terhadap cara orang bereaksi setelah menerima berita/informasi.
Ketika seluruh dunia tahu lewat media bahwa senjata pemusnah massal dan uranium tidak ditemukan di Irak, berita ini memicu protes/demo besar di seluruh pelosok dunia. Pemerintah Bush kalang kabut menjelaskan ‘alasan lain’ untuk menyerbu Irak. Mereka cari-cari kaitan antara Saddam Hussein dan al-Qaeda atau terorisme, walaupun badan-badan intelijen mereka sendiri mengatakan tidak ada hubungan itu.
Begitu penyiksaan di penjara Abu Ghraib, Baghdad, tersiar ke seluruh dunia, Washington sangat terpojok, sangat malu. Foto-foto dan footage televisi tentang berbagai adegan penganiayaan di penjara ini yang tersiar ke seluruh dunia, yang dimulai oleh acara berita “60 Minutes II” televisi Amerika pada 28 April 2004, membuat kredibilitas AS dan para sekutunya menjadi runtuh total. Sebagian pengeritik politik luarnegeri AS mengatakan, Abu Ghraib merupakan cerminan dari sikap dan kebijakan Amerika keseluruhan yang tidak menghargai dan selalu melakukan tindak kekerasan terhadap orang Arab.
Berita penyiksaan di Guantanamo dan tidak adanya akses legal para tahanan di situ, juga memojokkan Washington. Pemerintah Bush dicela keras oleh politisi dan lembaga-lembaga HAM. Liputan media memaksa Amerika untuk berwajah lebih manis terhadap para tahanan.
Berita, analisis dan komentar tentang jumlah korban tewas tentara Amerika di Irak yang menembus angka 3,000, membuat ‘approval rate’ Presiden George W Bush turun ke tingkat terendah.
Laporan tentang kehancuran luarbiasa di Libanon akibat gempuran Israel ketika berperang dengan Hizbullah, membuat opini internasional melihat Israel bertindak berlebihan. Sebaliknya, pemberitaan perang ini membuat pemimpin Hizbullah Libanon, Hassan Nasrallah, menjadi sangat populer di kalangan rakyat Timur Tengah.
Contoh lain, Tony Blair mengalami krisis politik berkali-kali ketika berbagai skandal di tubuh pemerintahnya disiarkan oleh media massa. Menteri transportasi Stephen Byers mundur setelah berbulan-bulan menjadi bahan pemberitaan karena mempertahankan spin-doctor-nya, Jo Moore, yang menulis email pada tanggal 11 September 2001 bahwa “ini merupakan hari yang bagus untuk mengubur berita buruk tentang kondisi angkutan umum”.
Laporan media yang sangat ekstensif tentang kasus cash for honour (sumbang Partai Buruh utk dapatkan gelar kerajaan) membuat Blair dilanda krisis paling berat selama kekuasaannya.
Ratu Elizabeth terpaksa tampil di televisi untuk menyampaikan pidato istimewa untuk menghormati Putri Diana yang tewas dalam kecelakaan mobil di Paris, akhir Agustus 1997. Ratu terpaksa berpidato setelah selama berhari-hari media massa, khususnya siaran langsung televisi, menunjukkan ratusan ribu pelayat yang meletakkan karangan bunga sepanjang lebih satu kilometer mulai gerbang Kensington Palace, kediaman Lady Di.
Footage dan gambar-gambar yang menunjukkan amukan tsunami di Aceh membuat orang dari seluruh dunia memberikan sumbangan dana dalam jumlah besar. Di Inggris, langsung berdiri Disaster Emergency Committee (DEC) yang berhasil mengumpulkan dana lebih 300 juta poundsterling. Bantuan untuk Aceh datang dari mana-mana. Ini semua adalah dampak pemberitaan media massa.
Kasus bully di acara Big Brother Channel 4 membuat Jady Good terperosok jauh ke dalam Lumpur celaan, dan acara itu sendiri dikritik habis oleh berbagai pihak. Sang korban bully, Shilpa Shetti, sebaliknya menjadi terangkat dan dikejar-kejar oleh televisi untuk wawancara eksklusif (dengan bayaran besar, tentunya). Menyusul kasus ini, perdebatan mengenai rasisme pun kembali menghangat di berbagai jenis media.
Yahya Zaini akhirnya kehilangan status dan pekerjaan sebagai anggota DPR setelah footage porno-nya bersama pedangdut Eva Maria tersiar ke seluruh dunia. [Mesin pelintir Golkar berusaha mengalihkan perhatian dengan cara mempersoalkan sisi pidana dari penyebaran footage itu, namun tidak berhasil.]
Dua menteri SBY, Yusril Ihza Mahendra dan Hamid Awaluddin, sedang berada dalam posisi yang terpojok setelah tersiar luas kisah pencairan uang Tommy Suharto di luarnegeri dengan menggunakan rekening departemen hukum dan HAM di tahun 2004.
Banyak lagi contoh tentang dampak pemberitaan/penyiaran media massa. David Beckham menjadi ikon sepakbola dan terkenal ke seluruh dunia, terutama di kalangan anak-anak muda, karena dibesarkan oleh media (Inggeris). Koran-koran dan majalah terus-menerus mengikuti perjalanan Beckham dan isterinya. Padahal, banyak pemain bola lain yang lebih hebat dari Beckham, tetapi tidak terkenal karena tidak ada “dukungan” dari media. Sebagai dampak sampingan dari kemashuran ini, Beckham pun digunakan sebagai bintang iklan. Keterkenalan ini pula yang membuat dia dikontrak sebesar $250 juta dollar oleh klub sepakbola Galaxy di Los Angeles.
Segitiga Media-Politik-Publik
Peranan media massa lebih diperkuat oleh kemajuan pesat dalam penemuan teknologi komunikasi. Yang terjadi beberapa menit yang lalu bisa langsung dilihat rekaman gambar (footage)-nya di televisi atau situs-situs berita yang menyediakan podcats; atau foto-foto biasa di suratkabar maupun situs berita.
Begitu kuatnya peranan media massa, pada era sekarang ini para politisi di seluruh dunia menjadikan kampanye media sebagai prioritas utama dalam daftar strategi mereka. Kampanye politik (political broadcast) di televisi bisa mempengaruhi massa dalam menentukan pilihan. Dan, kalau sutradara (spin-doctor) seorang politisi mampu menangkap selera publik, serta paham betul bagaimana menampilkan sang politisi di layar TV, maka semakin besar kemungkinan masyarakat akan bereaksi positif.
Dalam posisi yang seharusnya independen, media akan ‘membantu’ masyarakat untuk memahami berbagai peristiwa, termasuk memahami peta politik dan program-program partai. Media akan menjelaskan siapa dan apa di dunia politik.
Akan tetapi, dalam batas tertentu media ‘memerlukan’ para aktor politik, ekonomi, sosial, budaya. Sebab, mereka inilah yang banyak menentukan arah kehidupan massa; merekalah yang menjadi sumber berita (news-maker). Karena itu, para presiden, perdana menteri, kepala pemerintahan, menteri keuangan, pengusaha dan perusahaan besar, tokoh masyarakat, perancang mode, para aktor/aktris, seniman, dlsb, selalu diikuti oleh media.
Selain itu, media sendiri tidak lepas dari masalah dana operasional. Suratkabar, majalah, televisi, dan radio memerlukan biaya yang cukup besar untuk menjalankan fungsinya. Media cetak dan televisi terutama, belakangan ini berubah menjadi bisnis besar. Stasiun-stasiun komersial dimiliki oleh perusahaan raksasa multinasional. Kenyataan ini memicu tuduhan bahwa media yang dikuasai pemodal besar itu beroperasi tidak dengan prinsip ‘impartial’ (tidak memihak).
Di celah-celah kepemilikan korporasi besar itu, di sana-sini masih ada media cetak dan televisi maupun radio yang berdiri netral, atau bahkan ‘memihak’ akar rumput.
Karena itulah, di kalangan media massa sekarang ini terjadi polarisasi ideologis. Yang satu disebut ‘media kanan’ dan yang lainnya ‘media kiri’.
Di Inggris, misalnya, para pemerhati mengelompokkan The Sun, Sky News (BskyB), Daily Telegraph antara lainnya sebagai ‘media kanan’, sedangkan The Guardian, The Independent, Daily Mirror sebagai ‘media kiri’.
Polarisasi ideologis ini bisa melahirkan “kolaborasi lepas” antara sejumlah media dan penguasa. Di Inggris, kelompok Rupert Murdoch menyatakan dukungan untuk Tony Blair sebelum pemilihan umum 1997 sampai sekarang. Di Amerika, beberapa saluran televisi seperti FoxNews terang-terangan memihak Presiden Bush.
Di Indonesia, banyak orang yakin bahwa sejumlah media mendukung SBY. Tetapi, fragmentasinya lebih beragam lagi. Misalnya, ada media yang mendukung partai-partai tertentu.
Polarisasi ini pada akhirnya bisa merugikan masyarakat. Sebab, kalau ada sejumlah media besar memihak penguasa, akan sulit untuk mengharapkan fungsi kontrol mereka. Publik sangat bergantung pada media massa dalam memilih informasi, meletakkannya dalam bingkai yang benar, dan kemudian memberikan analisis.
Itulah sebabnya, dalam “Segitiga Media-Politik-Publik”, posisi media akan sangat menentukan. Media milik publik (dus, bekerja untuk masyarakat), akan membuat penguasa terkontrol ketat. Sebaliknya, media yang terkooptasi oleh penguasa akan membuat masyarakat kebingungan atau keliru dalam menentukan pilihan mereka.
Anda dan Media
Salah satu tujuan Bengkel Jurnalistik ini adalah untuk mencari peluang mempromosikan gagasan, karya atau penemuan anda lewat media massa. Keinginan ini tidaklah berlebihan karena karya dan temuan anda akan lebih cepat tersebar ke masyarakat bila diterbitkan/ditayangkan oleh media.
Saya melihat ada beberapa faktor kunci untuk itu. Pertama, daya jual karya anda. Kedua, relevansi karya anda itu dengan kehidupan masyarakat luas. Ketiga, simplisitas karya tulis anda. Keempat, koneksi anda dengan orang-orang di media. Faktor keempat ini bahkan bisa melemahkan ketiga faktor lainnya.
Di Indonesia, banyak penulis yang menjadi top melalui koneksi di koran atau majalah.
Kalau karya tulis anda relevan dengan salah satu segmen di suatu media cetak dan topikal, katakanlah rubrik ekonomi, hukum, teknologi, kesehatan, agama, dsb, biasanya tidak ada hambatan untuk dipublikasikan.
Begitu anda bisa menembus sebuah penerbitan, biasanya artikel-artikel berikutnya tidak akan sulit. Dari dari sinilah seorag penulis akan membangun kredibilitasnya, dan dari sini pula seorang penulis memulai popularitasnya.
Bila ini menjadi kenyataan, maka dalam batas tertentu anda sudah bisa disebut “menguasai media massa”. Expertise anda akan mendikte media.
Selamat Berjuang!